SANG MANAJER WAKTU


Waktu adalah uang dan waktu yang hilang tidak pernah kembali” (Benjamin Franklin). Kata mutiara tersebut baru benar-benar nyata kurasakan ketika aku memasuki gerbang semester 4 dibangku kuliah. Betapa mahalnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga, hangout bersama teman-teman, bahkan sejenak melepas lelah sekalipun.

            Sebuah keputusan yang sulit kala itu untuk berstudi di dua universitas yang berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan. Konflik perdebatan suara hati mengusik hari-hariku. Apakah aku mampu membagi waktu dengan baik? Apakah aku sanggup menerima berbagai konsekuensi yang kelak terjadi? Bagaimana kalau jadwalnya bentrok?Bagaimana jika IPK menurun? ... dan masih banyak lagi pertanyaan yang seolah menghantui pikiranku. Merasa tak mampu lagi berpikir jernih, aku pun meminta pertimbangan dari orang tua, kakak, dosen pembimbing akademik, serta sahabat-sahabatku. Mereka memberiku nasihat-nasihat mengenai arti prioritas dan konsekuensi hidup. 

            Ketika itu, aku adalah mahasiswi Fakultas Geografi semester 4 disebuah universitas negeri di Yogyakarta. Jadwal perkuliahan dan praktikum yang begitu padat sudah cukup menguras pikiran dan tenagaku. Pada saat yang bersamaan, aku mengambil program kursus bahasa Inggris disalah satu universitas swasta katolik di Yogyakarta dimana sistem kursusnya sama dengan sistem perkuliahan reguler. Bagaimana pembagian waktu kuliah? Pagi sampai siang kuliah di kampus negeri lalu dilanjutkan ke kampus swasta hingga petang hari. Kegiatan itu berlangsung dari Senin hingga Jumat. Kalaupun ada jadwal yang bentrok, hmm... terpaksa harus mengorbankan salah satunya.

            Sebuah pilihan tentu disertai dengan berbagai konsekuensi. Lelah fisik dan pikiran, kehilangan waktu berkumpul bersama keluarga dan teman-teman, kurangnya waktu untuk mengerjakan tugas dan laporan praktikum, serta cibiran “sok sibuk” dari beberapa orang merupakan sebagian dari konsekuensi yang aku terima. Mengapa aku tidak bisa seperti teman-temanku yang punya banyak waktu untuk bersantai dan bercanda-ria di sore hari? Inilah pilihan hidupku dengan prinsip dan prioritas yang harus aku pertanggungjawabkan. Pernah suatu saat aku panik dan putus asa akibat adanya jadwal yang bentrok. Namun apa yang terjadi? Ternyata 2 orang dosen di program kursus itu memberi kelonggaran padaku dengan cara mengijinkan aku pulang lebih awal dan mengijinkanku datang terlambat. Seketika itu juga aku merasa lega dan sangat bersyukur.

            Kini aku adalah mahasiswi semester 5 Fakultas Geografi dan aku juga mahasiswi tingkat 2 di program kursus bahasa Inggris. Aku semakin yakin dengan apa yang menjadi keputusanku karena aku tahu bahwa hidupku adalah bagian dari rencana Tuhan. Apa maunya Tuhan dalam hidupku? Tuhan ingin mengajari aku bagaimana memanfaatkan waktu dengan efektif dan berkualitas. Nyatanya dengan segala kesibukan itu IPK-ku puji Tuhan meningkat, tugas–tugas dan laporan kuliah dapat selesai tepat waktu (walau harus lembur hingga tengah malam), temanku bertambah banyak, pengetahuan sudah pasti bertambah luas, pelayananku sebagai organis gereja juga tidak terhambat. Bahkan aku masih mempunyai waktu untuk tetap terlibat kegiatan di lingkungan gereja, kampus, dan kampung. Semuanya seolah sudah tertata rapi dan mengalir sesuai jalurnya.
Rencana Tuhan sungguh luar biasa dalam hidupku. Dukungan serta pengertian dari keluarga dan teman-teman semakin membuatku semangat. Aku tak perlu khawatir lagi dalam menjalani hari-hariku ke depan karena aku punya Sang Manajer Waktu yang hebat. Dialah yang mengatur waktuku dengan sangat sempurna dan indah pada waktuNya. Do your best and God will do the rest !
Benedicta Anin P. L



Comments