Suatu ketika di bulan Juli, saya menghadiri
Ekaristi Syukur Pesta Emas 50 Tahun Hidup Membiara Suster Maximilla, CB di
Gereja Kristus Raja Baciro Yogyakarta. Misa dipimpin langsung oleh Romo
Gregorius Suprayitno, Pr. Tiba waktu homili, Romo Supra bergaya seperti seorang
reporter. Beliau mewawancarai Suster Maximilla dengan berbagai pertanyaan
khususnya tentang pengalaman suka dan duka 50 tahun hidup membiara.
Selama 50 tahun berkarya, Suster Maximilla,
CB sudah melanglang buana ke segala tempat seperti Belanda, Tanzania, Thailand,
dan Indonesia khususnya pedesaan di Tanjung Enim, Flores, dan masih banyak
lagi. Beliau selalu semangat berkarya, menyatu dengan umat dengan karya
pelayanan tradisonal, pastoral, dan mengajar di sekolah-sekolah.
Suster Maximilla, CB terlihat begitu ceria
dan antusias saat bersaksi tentang perjalanan hidupnya yang dikisahkan selalu
dapat “bonus” dari Tuhan. Sesekali suster menyelipkan candaan dalam sharing-nya. Suster berkata,”Perayaan
ini bukan ucapan syukur pribadi atas ultah emas saya, melainkan ucapan syukur
atas penyertaan dan penyelenggaraan Tuhan yang begitu luar biasa”. Singkat
cerita, motto hidup suster yaitu ”Makananku adalah Melaksanakan Kehendak Bapa” (Yoh 4:34).
Beliau mendapatkan motto tersebut bukan di biara, tetapi di Gereja Somohitan,
Turi, Pakem ketika masih kelas 3 SD. Beliau mengisahkan,” Entah kenapa setelah
mendengarkan kalimat tersebut, rasane mak
nyut!” Setelah itu, Suster Maximilla, CB kecil bertanya kepada ibunya dalam
logat Jawa,” Bu, apakah semua perempuan itu harus menikah?” Ibunya menjawab,”
Tidak Nduk, ada yang namanya
biarawati itu tidak menikah. Biarawati itu gaweane
sembayang dan menyerahkan diri seutuhnya pada Tuhan.” Di akhir sharing-nya, Suster Maximilla, CB
menyampaikan bahwa pada dasarnya bibit panggilan dari Tuhan itu sudah ada dalam
diri manusia sejak mereka masih kecil. Tinggal bagaimana memupuk panggilan
tersebut serta menanggapinya. “Dukungan orang tua, keluarga, dan sahabat selalu
memberikan kekuatan yang menjadikan panggilan dalam diri saya ini tumbuh dengan
subur”, ujar Suster. Suster berharap akan hadirnya Suster Maximilla – Macimilla
yang lain khususnya dari paroki Baciro. “Ayo itu yang mudi-mudi, jangan takut
untuk menjawab panggilan Tuhan!” ujarnya dengan semangat 45.
Homili kemudian ditutup dengan lagu
berjudul “Temani Aku Tuhan” yang diciptakan dan dinyanyikan live oleh Romo Supra. Tiba akhirnya di
penghujung misa, sebelum berkat Sr. Maximilla,CB membalas nyanyian Romo dengan
sebuah lagu terima kasih. Tidak mau kalah, koor pun juga mempersembahkan sebuah
lagu berjudul Bejana Tanah yang merupakan lagu favorit Sr. Maximilla,CB.
Lagunya bagus sekali liriknya, saya sampai merinding ketika mengiringi lagu
tersebut.
Sebuah panggilan.
Sentuhan dan sapaan lembut dari Tuhan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Tuhan
berkenan menyapa kita, tinggal bagaimana respon atau tanggapan kita terhadap
tawaran-Nya? Beranikah kita menanggapi panggilan Tuhan dengan penyerahan diri
seutuhnya kepada Tuhan?
Apabila
pertanyaan itu ditujukan kepada saya, maka saya akan menjawab: YA SAYA AKAN
MENERIMANYA. Tetapi, dengan cara yang berbeda. Bukan dengan hidup membiara,
tetapi dengan berkarya bagi Tuhan dan sesama lewat talenta yang dikaruniakan
Tuhan kepada saya. Ya, saya akan melayani dan membuat Tuhan tersenyum dengan
bermusik. ^^
Comments