Firasat?

Hello Readers ^^
Sampai juga akhirnya pada titik kesiapan hati untuk ku tuliskan kisah ini di dalam blog. Perlu waktu bagiku untuk mencoba menulis kisah ini. Bukan semata-mata soal tata cara merangkai kata saja, melainkan kesiapan pikiran untuk flash back  atau mengenang memoriku di masa lalu. Memori terpedih yang kualami semasa hidupku.

Firasat.
Apa pendapatmu ketika mendengar kata tersebut?
Apapun pendapatmu, kemungkinan besar yang terlintas dalam pikiran kita adalah sesuatu yang berkaitan dengan kejadian negatif atau buruk atau sial, termasuk di dalamnya perihal kematian.
Ngeri rasanya jika kita berbincang mengenai kematian. Suatu hal yang pasti dialami oleh semua orang, namun justru enggan untuk dibahas.

Firasat, seringkali keberadaannya tidak kita sadari. Entah karena kita kurang peka atau memang ia tidak ingin kita mengenalinya. Ya, terkadang firasat itu gamblang terlihat, namun tak jarang pula ia begitu tersirat dan sulit diartikan secara rasional. Ada pula orang yang menyadari bahwa ia mengalami firasat justru setelah kejadiannya berlangsung. Sekali lagi, firasat itu adalah salah satu misteri Tuhan alias teka-teki kehidupan.

Suatu ketika, terlintas sekilas peristiwa di dalam pikiranku. Apakah itu mimpi atau hanya sebatas lamunan, aku sendiri tidak ingat. Yang mampu ku ingat yaitu gambaran perasaanku pada saat itu adalah sakit dan takut. Ingin rasanya aku berbagi dengan seseorang yang ketika itu “kuanggap dekat” denganku, namun apa daya kesibukannya membuatku mengurungkan niat untuk bercerita kepadanya. Alhasil, aku sama sekali tidak membagi perasaan sakit dan takutku itu kepada siapapun.

Kembali terulang, seminggu sebelum suatu peristiwa paling mengerikan itu terjadi dalam hidupku, firasat itu datang dalam wujud yang samar-samar. Bukan melalui mimpi ataupun alam bawah sadar lainnya, melainkan melalui kejadian fisik. Malam itu, jari tengahku yang kanan terjepit lemari. Jariku berdarah hingga ke dalam kuku. Perih di ujung jari namun sekujur tubuhku menjadi demam. Ibuku yang ketika itu sudah hampir tidur, justru cemas dan membalut lukaku.

Seminggu sebelum peristiwa mengerikan itu terjadi, banyak hal yang membuatku dan bapak bahagia. Luka jahitan yang mulai bersih dan kering, perkembangan ibu yang semakin baik, sharing-sharing dari topik ringan hingga serius yang intinya tidak ada lagi rahasia dalam keluargaku. Yang lebih membuat bahagia lagi adalah niat dan semangat ibuku untuk dapat memasakkan aku dan bapak setelah sekian lama tidak pernah memasak lagi untukku dan bapak. Hmmmmm yang masih jelas terekam dalam ingatan dan lidahku adalah masakan ibuku memang masakan terlezat di dunia.

Seminggu paling bahagia dan seminggu yang penuh dengan kejanggalan. Percayakah kalian dengan kejadian berikut ini?
Seorang ibu yang masih dalam proses belajar jalan akibat terlalu lama opname dan menjalani masa pemulihan pasca operasi besar, mampu menaiki puluhan anak tangga untuk menuju ke lantai 2 dalam sebuah salon. Padahal, setiap harinya ia masih kesulitan untuk naik satu anak tangga di teras depan rumahnya. Bahkan untuk naik satu anak tangga di teras rumah saja, ia masih harus berpegangan tembok atau dituntun orang lain. Masuk akalkah?

Firasat, sampai sekarang ku anggap aku tidak mengenalinya (atau mungkin tidak menyadari keberadaannya). Aku, bapak, dan kakak sama sekali tidak memiliki firasat apapun menjelang berpulangnya ibu kami tercinta ke Surga. Yang jelas, ibu kami membuat kami sekeluarga bahagia di saat-saat terakhirnya.

Ada 4 buah lilin, 3 diantaranya kini padam untuk sementara waktu, hanya ada satu lilin yang menyala. Lilin yang padam itu bernama DAMAI, CINTA, dan IMAN. Lilin yang menyala berkata kepada ketiga lilin yang padam," Aku memberikan cahayaku untuk menerangi kalian. Dan aku rela membiarkan tubuhku meleleh supaya kalian tetap berada dalam terang yang abadi. Suatu saat, aku akan memberikan cahaya apiku untuk kalian supaya kalian dapat menyala, memancarkan, serta membagikan damai, cinta, dan iman kepada semua orang. Biarkan aku melebur terlebih dahulu daripada kalian. Percayalah bahwa pada suatu hari nanti, kita akan berkumpul kembali dalam kerajaanNya yang kudus". Demikianlah lilin tersebut berkata, lilin itu bernama HARAPAN.

Percaya ataupun tidak, hidup, mati, dan jodoh itu di tangan Tuhan. Tuhanlah Sang Sutradara Sejati. Ia-lah Sang Penulis Naskah Kehidupan. Manusia itu hanya bertindak sebagai aktor /  aktris yang bertindak sesuai dengan naskah. Skenario hidup kita, Tuhanlah yang mengatur. Apa yang dapat kita lakukan adalah berbuat baik kepada sesama dan membuat Tuhan tersenyum dengan apa yang kita perbuat. Berlakulah seolah-olah hari ini adalah hari terakhirmu di dunia. Toh, kita tak ada yang tahu dengan apa yang terjadi esok hari, satu jam lagi, atau bahkan sedetik kemudian. Hidup itu misteri, namun janganlah khawatir terhadap apa yang akan terjadi kelak karena skenario Tuhan pastilah yang terbaik bagi kita. ^^


Selamat jalan Ibuku tercinta :)







Comments