Vaksin Tetanus Toxoid (TT) bagi calon manten (caten) itu perlu gak sih?
Kata orang vaksin itu bikin susah hamil lho....
Banyak sekali
pertanyaan-pertanyaan yang terlontar di internet dan berita-berita simpang siur
terkait tingkat kepentingan vaksin TT sebagai vaksin pranikah. Saya pun sempat
galau urgensi melakukan vaksin atau tidak. Kata calon suami saya yang kebetulan
seorang dokter, vaksin ini sebenarnya tidak wajib menurut pemikiran dia. Tetapi
saya tetap browsing dan menemukan berbagai macam kontroversi terkait vaksin TT
ini.
Sebagai istri
Vaksin TT mampu mencegah infeksi
penyebab tetanus pada vagina, baik ketika malam pertama maupun saat melahirkan.
Disebut vaksin pranikah karena pemberiannya dilakukan sebelum menikah (sekitar
1-2 bulan sebelum menikah). Mengapa vaksin TT diberikan sebelum menikah? Bahasa
awamnya, hal ini karena pada saat malam pertama, ketika pasangan suami istri
melakukan hubungan seksual pertama kalinya, selaput dara wanita akan robek
sehingga muncul luka di vagina. Luka inilah yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penyebab tetanus.
Sebagai ibu
Vaksin TT mampu mencegah infeksi
penyebab tetanus pada bayi yang baru lahir. Bayi memiliki luka di pusarnya
setelah lahir yang menjadipintu masuk bakteri tetanus. Selain itu, tidak
sterilnya peralatan medis persalinan (terutama di klinik-klinik kecil pedesaan)
dapat memicu terjadinya penyakit tetanus pada organ kewanitaan. Dan yang perlu diluruskan adalah vaksin ini tidak menyebabkan susah hamil. Hal itu adalah mitos.
Berdasarkan pertimbangan di atas,
akhirnya saya memutuskan untuk melakukan vaksin TT.
Hari ini saya melakukan vaksin TT. Saya memilih melakukan vaksin di Puskesmas karena lokasinya dekat dengan rumah saya di Jogja. Kalau Anda lebih memilih rumah sakit untuk vaksin TT ataupun pemeriksaan caten lainnya, silakan.
Pagi itu, sekitar pukul 10.00
WIB, saya ditemani suami memberanikan diri ke Puskesmas Banguntapan 3 untuk
melakukan vaksinasi. Berbekal alur vaksin TT, manfaat, serta risiko pasca
vaksin, kami pun mendaftar di bagian pendaftaran dan langsung mendapatkan nomer
antrian di bagian Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Saya mengantri bersama dengan anak-anak
kecil yang akan imunisasi hehe. Tidak perlu mengatri lama, saya dan calon suami
dipanggil ke dalam KIA kemudian dilakukan pengecekan tensi, berat badan, tinggi
badan, golongan darah, dan kapan terakhir kali mens (bagi caten wanita). Untung
saya memiliki kalender menstruasi di aplikasi MM Diary, jadi siklus mens saya
dapat saya monitoring setiap bulannya. Saya sarankan, bagi para wanita yang
belum memiliki kalender mens, segera download deh! Sangat bermanfaat juga untuk
mengetahui masa subur, dan perkiraan jadwal mens bulan berikutnya. Setelah melengkapi
data-data umum kesehatan, petugas mungkin perawat memberikan sedikit gambaran
tentang vaksin TT serta jadwal-jadwal vaksin TT:
- TT 1 – diberikan waktu bayi
- TT 2 – diberikan waktu bayi
- TT 3 – 2 minggu s.d. 2 bulan sebelum menikah
- TT 4 – 12 bulan pasca TT 3
- TT 5 – 12 bulan setelah TT 4
Total imunisasi TT adalah sebanyak 5x yang dapat memberikan
perlindungan terhadap tetanus selama 25 tahun. Kali ini saya menjalani
TT3.
Sebelum disuntik TT, saya diminta untuk ke bagian
laboratorium untuk cek darah (hemoglobin, gula darah) dan urin (tes kehamilan).
Setelah tahu hasilnya, barulah kemudian disuntik TT oleh bidan atau perawat
Puskesmas. Yang diberikan vaksin TT hanya wanita, sedangkan pria tidak.
Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Pasca vaksin TT, saya sudah siap menanggung segala risiko atau efek samping yang mungkin ditimbulkan akibat pemberian vaksin.
Calon suami
saya yang kebetulan dokter juga terus memantau kondisi saya. Dan benar saja,
efek samping itu mulai muncul.
KIPI adalah
salah satu reaksi tubuh pasien yang tidak diinginkan yang muncul setelah
pemberian vaksin. KIPI dapat terjadi dengan tanda atau kondisi yang
berbeda-beda. Mulai dari gejala efek samping ringan hingga reaksi tubuh yang
serius seperti anafilaktik (alergi parah) terhadap kandungan vaksin (https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/kipi-adalah-efek-samping-imunisasi/)
.
Ada berbagai macam KIPI antara lain:
KIPI akibat reaksi produk
Saya mengalami
KIPI ini dengan ciri pembengkakan otot setelah pemberian vaksin TT.
KIPI akibat kecacatan produk
Tidak
mengalami.
KIPI akibat kesalahan proses imunisasi
Tidak
mengalami karena prosedur Puskesmas sudah sesuai dengan SOP Kemenkes.
KIPI akibat respon kecemasan
Saya mengalami
KIPI ini. Cemas atau parno terhadap pemberian vaksin mengakibatkan saya sakit
kepala, demam, lemas, dan nyeri.
KIPI akibat kejadian koinsidental
KIPI
jenis ini merupakan kejadian yang diduga sebagai KIPI, tetapi tidak berkaitan
dengan vaksin. Gejala tersebut kemungkinan sudah ada sebelum seseorang menerima
imunisasi/vaksin tetapi baru ditimbulkan pada saat atau waktu yang berdekatan
dengan pemberian vaksin. Saya mengalami psikosomatis dalam bentuk bad
mood/perasaan sensitif, nge-drop pasca vaksin. Hal ini karena pemberian vaksin bertepatan
dengan fase PMS saya
Bersyukur karena saat itu saya
berada di Jogja, ada keluarga dan pacar yang menemani dan merawat ketika saya
sakit. Demam belum turun, bengkak dan nyeri pada lengan kiri saya belum hilang,
namun saya sudah harus kembali bekerja di Jakarta dan sendirian. Huft, sedihnya
minta ampun. Kalau sudah sampai Jakarta dan menjalani hidup sebagai anak kosan,
maka motto hidup saya adalah:
PANTANG SAKIT KALAU DI JAKARTA ^^
sehat....sehat...sehat...
PANTANG SAKIT KALAU DI JAKARTA ^^
sehat....sehat...sehat...
sumber: Google |
Comments