Ternyata mengedarkan undangan
pernikahan tidak se-sederhana ketika orang-orang berkata, “kita tunggu lho ya undangannya!”
Fase-fase mengedarkan undangan
terasa sungguh melelahkan untuk saya & suami. Dari daftar nama undangan
yang kami pegang, kami harus mengelompokkannya lagi berdasarkan tempat tinggal,
rute perjalanan ke lokasi tujuan, dan ketersediaan waktu tamu undangan tersebut untuk
bertemu. Kami sangat amat terbantu dengan adanya seksi Humas di kepanitiaan
kami. Untuk tetangga kampung dan lingkungan gereja setidaknya sudah ada yang
mengurus. Begitupula untuk teman kantor, tidak perlu pusing.
Namun bagaimana dengan keluarga
besar dan teman-teman lain yang susah ditemui dan jauh lokasi rumahnya?
-----------------------------------------------------------------------
Saya dan bapak sepakat untuk
mengedarkan undangan fisik dua minggu sebelum acara. Namun demikian, sebelumnya
memang sudah diberitahukan secara tidak formal ke para tamu undangan, terlebih
untuk tamu-tamu yang datang dari jauh sehingga harapannya mereka bisa
meluangkan waktu untuk datang ke acara pernikahan saya.
Di era yang serba digital seperti
sekarang ini, tentu undangan via whatsapp berupa softcopy akan memudahkan dari
segala sisi waktu, tenaga, dan biaya. Namun demikian, saya memiliki pandangan
bahwa kurang etis ketika kita hanya memberi undangan via whatsapp, kecuali jika
orang tersebut yang meminta. Orang-orang seperti ini beberapa saya temui. Mereka
yang waktunya sulit untuk saya temui dan menolak saya kirim via post, terpaksa
saya kirim soft copynya. Sejujurnya, saya berkaca pada diri sendiri bahwa saya
kurang 'sreg' jika mendapat undangan via whatsapp apalagi jika hanya dishare
di grup whatsapp (tidak japri), kesannya kurang intim dan tulus. Ya, Anda boleh
tidak sependapat dengan saya, tetapi itulah yang saya rasakan. Kecuali memang
lokasi rumahnya jauh dan dia sudah jauh-jauh hari memberi info menikah & memberi
penawaran: undangannya fisiknya perlu aku kirim nggak Nin?
Ketika ada pertanyaan itu,
sekarang saya akan menjawab: tidak perlu undangan fisik, soft copy saja. Karena
saya tahu dan sudah merasakan, mengirim undangan itu sungguh mengurasi tenaga
dan biaya.
Untuk teman yang lokasinya jauh
dan tidak memungkinkan untuk bertemu, maka saya kirim undangannya melalui
PORTER.ID.
Apa itu PORTER ID? Porter ID itu
semacam jasa kurir untuk mengantarkan dokumen. Menyadari bahwa jumlah undangan
yang harus saya kirim lumayan banyak (sekitar 70an) Jawa & luar Jawa, saya
kemudian menghitung estimasi biaya dari berbagai agen kurir. Dan budget
membengkak untuk pengiriman undangan. Menyiasati hal itu, saya browsing dan
menemukan PORTER.ID. Jasa ini sedang memiliki promo diskon untuk pengiriman
Jabodetabek dan luar Jabodetabek. Biaya untuk Jabodetabek adalah Rp 6000,00.
Meskipun ada agen yang Rp 6000 juga, tetapi saya analisis review kok lebih
meyakinkan PORTER ID. ((((HAHAHA SAYA SEDETAIL ITU!))))
Undangan untuk keluarga besar,
saya & bapak sendiri yang mengantarkan supaya ada kesan menghormati dan
lebih etis.
Menyebar undangan membuat kita
lebih bisa menghargai waktu. Untuk yang memungkinkan untuk ditemui, maka saya
dan suami mengatur waktu dan rute sedetail mungkin supaya tidak bolak-balik dan
sejalan ketika mengantarkan undangan. Suami saya bahkan sudah mengatur urutan
rute terbaik mengatar undangan supaya waktu tidak terbuang dan segera kelar
semua. Perlu meluangkan waktu 2-3 hari full untuk mengedarkan undangan. Ini lebih
karena saya di Jakarta, jadi waktu cuti saya di Jogja harus dimanfaatkan secara
efektif.
Dari daerah selatan Jogja – menuju
timur Jogja (hampir arah Prambanan) – kemudian ke barat – lalu ke utara (Jl.
Kaliurang kilometer atas). Panas terik hujan badai, lapar haus, kami lalui bersama.
Tidak jarang kami bertengkar dalam perjalanan karena masalah si penerima
undangan yang tiba-tiba cancel atau kerena lokasi tujuan yang belum jelas
karena hanya mengandalakan share loc. Berangkat jam 9 pagi baru sampai rumah
jam 11 malam. Jika ditengah perjalanan terasa haus, lelah, atau mengantuk,
biasanya kami berhenti di warung makan atau supermarket 24 jam dan itu kami
istilahkan “tempat pitstop”.
Sudah dirinci seteliti mungkin,
tetap saja ada hal yang terlewat. Itulah yang menambah tingkat stres kami. Ketika
kami sudah berada di selatan Jogja, ternyata ada satu undangan di sebelah Utara
Jogja yang terlewat. Benar-benar hari itu kami menjelajah seluruh provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Sangat penting memang membuat daftar mengantar
undangan mulai dari urutan rute supaya efektif hingga detail waktu bertemu dan
lokasi tujuan harus jelas.
Saya sangat berterima kasih
sekali untuk teman-teman, atasan, kolega, sahabat, atau rekan yang sudah sangat
kooperatif sudah meluangkan waktu untuk bertemu dengan kami. Tanpa kerja sama dari kalian, maka saya pasti
kewalahan dalam mengedarkan undangan. Setelah saya merasakan sendiri betapa
penuh perjuangannya menyebarkan undangan, kini saya menjadi pribadi yang lebih
menghargai undangan pernikahan. Saya memiliki kotak khusus untuk menyimpan
undangan pernikahan, karena saya mengalami betapa sakitnya melihat undangan
pernikahan kita berada di tempat sampah atau dijadikan alas untuk ganjel kaki
lemari. Saya juga sebisa mungkin akan menghadiri setiap undangan pernikahan yang
ditujukan ke saya (jika tidak ada hal mendesak). Dan saya juga akan meluangkan waktu untuk bertemu jika ada
teman yang ingin menyampaikan undangan pernikahannya. Dan satu lagi, jika diberi
tawaran apakah undangan fisik perlu dikirim atau tidak, saya akan menjawab:
TIDAK PERLU (dengan catatan seperti yang tertera di atas ^^)
Kini saya belajar dari pengalaman bahwa undangan tak sebatas lembaran kertas yang sesudah dibaca lalu dibuang..
Kini saya belajar dari pengalaman bahwa undangan tak sebatas lembaran kertas yang sesudah dibaca lalu dibuang..
Kurir undangan hihihi |
Comments